Bangunan Museum Benteng Vredeburg
Terletak di Jalan Jenderal A. Yani (Margo Mulyo) No. 6, Yogyakarta depan
Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Dibangun untuk
pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda pada masa pendudukan. Berbentuk persegi dikelilingi parit dengan menara pantau (bastion) di keempat sudutnya, di dalamnya terdiri
dari bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang
logistik, gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen, pada
masanya tempat ini ditempati ± 500 orang terdiri dari prajurit, petugas medis dan
paramedis. Sebelum dibangun Benteng
Vredeburg dilokasi ini, Sultan HB I telah lebih dulu membangun benteng sederhana
berbentuk bujur sangkar dari tembok berbahan dasar tanah diperkuat
dengan tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren dan bangunan di
dalamnya terbuat dari bambu, kayu dan atap dari ilalang. Pada keempat sudutnya
terdapat seleka atau bastion yang diberi nama oleh sultan. Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut
timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut
tenggara).
Denah Museum Benteng Vredeburg
Sejarah berdirinya Benteng
Vredeburg bermula pada tahun 1760 atas usulan Belanda kepada sultan agar
diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton yang lokasinya menghadap
ke jalan utama menuju kraton. Permohonan ini dikabulkan Sri Sultan Hamengku
Buwono I (HB I). Kemudian pada tahun 1765, W.H.Ossenberch mengusulkan agar
benteng diperkuat kembali menjadi bangunan yang lebih permanen agar lebih
menjamin kemanan. Usul tersebut dikabulkan dan pengerjaan diawasi oleh ahli ilmu bangunan Belanda bernama
Ir. Frans Haak. Pada tahun 1767 dilaksanakan penyempurnaan benteng sebagai pertahanan dan proses pengerjaan selesai
tahun 1787. Setelah selesai kemudian
diberi nama Rustenburg yang berarti 'Benteng Peristirahatan'.
Museum Benteng Vredeburg tempo dulu
Tahun
1799 Belanda (VOC)
mengalami kebangkrutan, benteng diambil alih oleh Bataafsche Republic
(Pemerintah Belanda) di bawah Gubernur Van Den Burg dan dikelola oleh
Koninkrijk Holland (Kerajaan Belanda).
Memasuki masa kekuasaan Inggris tahun 1811 – 1816, benteng
dikuasai oleh Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles, namun hanya sebentar dan kembali dikuasai Belanda. Tahun 1867 Yogyakarta dilanda gempa bumi besar, beberapa bangunan besar seperti Gedung Residen (dibangun tahun 1824), Tugu Pal
Putih, dan Benteng Rustenburg serta bangunan lainnya mengalami
kerusakan. Perbaikan
segera dilaksanakan tidak lama setelah bencana. Setelah selesai masa
perbaikan benteng berganti nama dari Rustenburg menjadi Vredeburg yang berarti
'Benteng
Perdamaian'. Nama ini sebagai gambaran hubungan Kasultanan
Yogyakarta dengan Belanda waktu itu.
Benda peninggalan koleksi Museum Benteng Vredeburg
Pada tahun 1942 Jepang berkuasa, benteng
dikuasai oleh Tentara Jepang dengan perjanjian Kalijati bulan Maret 1942 di
Jawa Barat antara pihak Jepang dan Belanda. Pada Tanggal 7 Maret 1942,
pemerintah Jepang memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan
daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan
(Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Kekuatan
tentara Jepang ditempatkan di Kotabaru dan berpusat di Benteng Vredeburg, Benteng
Vredeburg dijadikan markas Kempeitei. Pada masa ini benteng Vredeburg juga
digunakan sebagai tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda, Indo Belanda
maupun politisi Indonesia yang ditangkap. Penguasaan Jepang atas Benteng
Vredeburg dari tahun 1942 - 1945.
Koleksi Museum Benteng Vredeburg
Masa selanjutnya Benteng Vredeburg
dikuasai oleh Republik Indonesia (RI) dalam penguasaan instansi militer yang
kemudian dipergunakan sebagai asrama dan markas pasukan yang tergabung dalam
pasukan dengan kode Staf “Q” di bawah Komandan Letnan Muda I Radio, yang
bertugas mengurusi perbekalan militer. Pada tahun 1946 di dalam komplek benteng didirikan rumah sakit tentara untuk
melayani korban pertempuran dan keluarga tentara. Pada tahun 1946 kondisi politik
Indonesia memanas saat terjadi perbedaan persepsi arti revolusi sampai akhirnya terjadi "peristiwa 3 Juli 1946", yaitu percobaan
kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Soedarsono. Karena usaha tersebut
gagal maka para tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut seperti Mohammad
Yamin, Tan Malaka dan Soedarsono ditangkap dan menjadi tahanan politik.
Masa
Agresi Militer Belanda
II 19 Desember 1948, benteng menjadi sasaran pengeboman pesawat-pesawat
Belanda. Kantor Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berada di dalam hancur terkarena
serangan. Bentengpun dikuasai tentara Belanda dan dipergunakan sebagai
markas tentara yang tergabung dalam IVG (Informatie voor Geheimen) dinas
rahasia tentara Belanda, asrama tentara
Belanda dan penyimpanan senjata berat (tank, panser dan
kendaraan militer lainnya). Pada tahun berikutnya, 1 Maret 1949 benteng
menjadi salah satu sasaran serangan Tentara Republik Indonesia. Tentara
Republik
Indonesia beserta rakyat pejuang yang sedang berupaya menunjukkan
eksistensinya
kepada dunia internasional masa itu akhirnya selama ± 6
jam dapat menguasai Yogyakarta sampai bantuan tentara Belanda yang didatangkan
dari Magelang tiba ke Yogyakarta.
Fasilitas visual Museum Benteng Vredeburg
Masa
berikutnya Belanda meninggalkan kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg
dikuasai oleh APRI
(Angkatan Perang Republik Indonesia) dan dikelola oleh Militer Akademi
Yogyakarta. Ki Hadjar Dewantara pada saat itu berencana menjadikan
benteng sebagai pusat kebudayaan, tetapi gagasan itu terhenti oleh
peristiwa pemberontakan G 30 S tahun 1965, lalu Benteng Vredeburg
digunakan untuk tahanan politik. Pelestarian dimulai pada tahun 1976 dalam bentuk studi kelayakan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta dan selanjutnya dilakukan pemugaran. Tahun 1980
status pengelolaan diserahkan kepada
Pemerintah Daerah Yogyakarta dengan piagam perjanjian oleh Sri Sultan HB
IX (pihak I)
dan Mendibud Dr. Daoed Joesoef (pihak II) tanggal 9 Agustus 1980. Pada
periode
ini Benteng Vredeburg dipergunakan untuk pendidikan
dan latihan Dodiklat POLRI juga markas Garnisun 072 serta
markas TNI AD Batalyon 403.
Pada
tahun 1981 ditetapkan menjadi cagar budaya berdasarkan Ketetapan
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981.
Selanjutnya tanggal 5 November 1984 Benteng Vredeburg dipersiapkan
sebagai museum perjuangan nasional dibawah pengelolaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Piagam perjanjian serta
surat Sri
Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985
menyebutkan
bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam
kompleks
benteng diizinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum.
Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran benteng untuk dijadikan museum, pada
tahun 1987 museum
telah dapat dikunjungi oleh umum. Pengelolaannya terus disempurnakan
oleh pemerintah melalui kementerian yang membawahinya sampai saat ini
guna melaksanakan
pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil
penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural mengenai benda dan
sejarah perjuangan bangsa Indonesia wilayah Yogyakarta.
Museum Benteng Vredeburg menyuguhkan berbagai koleksi yang dimilikinya berupa bangunan, realia,
benda visual, diorama. Fasilitas yang dimiliki antara lain ruang pengenalan,
media interaktif dan ruang audiovisual untuk pemutaran film rerjuangan. Koleksi
bangunan berupa parit yang mengelilingi benteng untuk pertahanan dan sarana
drainase. Jembatan,
pada masanya berupa jembatan angkat (gantung) kemudian diganti dengan
jembatan paten. Tembok
benteng yang mengelilingi kompleks, berfungsi sebagai tempat pertahanan,
pengintaian, penempatan meriam-meriam kecil maupun senjata tangan. Pintu
gerbang, sarana keluar masuk benteng. Pintu
gerbang berjumlah tiga buah yaitu di sebelah barat, timur, dan
selatan. Bangunan-bangunan di dalam benteng (di bagian tengah) berfungsi
sebagai barak prajurit dan perwira, yang kemudian pada perkembangan
selanjutnya difungsikan sebagai tangsi militer. Monumen Serangan Umum 1
Maret
1949.
Koleksi
Realia, merupakan koleksi
yang berupa benda (material) yang benar-benar nyata bukan tiruan dan
berperan
langsung dalam suatu proses terjadinya peristiwa sejarah. Antara lain
berupa peralatan rumah tangga, senjata, naskah, pakaian, peralatan
dapur, dan
lainnya. Koleksi foto, miniatur, replika, lukisan, dan atau benda hasil
visualisasi lainnya. Koleksi adegan peristiwa sejarah dalam bentuk
diorama
terdiri dari ruang diorama I menggambarkan peristiwa periode
Perang Diponegoro - pendudukan Jepang di Yogyakarta
(1825-1942), ruang diorama II, terdiri dari 19 buah diorama
menggambarkan
peristiwa Proklamasi - Agresi
Militer Belanda I (1945-1947), ruang diorama III, terdiri dari 18 buah
diorama
menggambarkan peristiwa Perjanjian Renville - pengakuan kedaulatan
RIS (1948-1949), ruang diorama IV, terdiri dari 7
buah diorama menggambarkan peristiwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia - Masa Orde Baru (1950-1974). Ruang pengenalan,
berfungsi sebagai studio mini berkapasitas ± 50 orang
untuk memutar
film-film dokumenter dengan durasi 10-15 menit. Media interaktif berupa
media layar sentuh berisi informasi sejarah dan ruang audio
visual untuk pemutaran film perjuangan.
Sumber :
- id.wikipedia.org "Museum Benteng Vredeburg"
- vredeburg.id "sejarah-singkat"
- eksotisjogja.com "menikmati wisata sejarah benteng vredeburg"
- www.museumindonesia.com "Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta"
Editor : Eds Jr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijak dan bersifat positif juga memberikan perbaikan.